Akhir-akhir ini, mungkin banyak kasus-kasus yang kita jumpai
mengenai terganggunya kesehetan mental anak, karena perceraian kedua orang
tuanya. Emosi anak tersebut menjadi tidak stabil, dan anak tersebut dapat
mengalami stres dan frustasi akibat perceraian orang tuanya tersebut.
Stres, ketakutan, kecemasan sampai dengan depresi seringkali dialami anak-anak
yang kedua orangtuanya bercerai. Kondisi-kondisi emosi tersebut timbul akibat
rasa sakit yang timbul akibat perceraian orang tua mereka. Rasa sakit yang ada
pada diri individulah yang kemudian menjadi pemicu ketidakstabilan emosi.
Stres yang dialami oleh
anak korban perceraian itu muncul karena konflik interparental yang tinggi,
terputusnya hubungan dengan salah satu orang tua, permasalahan kesehatan fisik
dan mental orang tua dan hilangnya wibawa orang tua. Distres emosional akibat
transgresi merupakan jalan bagi timbulnya perasaan tertekan dan emosi negatif
yang melahirkan perilaku negatif pula.
Teori Psikologi :
Teori Emosi
1. Teori James-Lange
Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh.
Salah satu dari teori paling awal dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh
Psikolog Amerika William James: “Kita merasa sedih karena kita menangis, marah
karena kita menyerang, takut karena kita gemetar”. Teori ini dinyatakan di
akhir abad ke-19 oleh James dan psikolog Eropa yaitu Carl Lange, yang
membelokkan gagasan umum tentang emosi dari dalam ke luar. Diusulkan
serangkaian kejadian dalam keadaan emosi:
(1) kita menerima situasi yang akan menghasilkan emosi,
(2) kita bereaksi ke situasi tersebut,
(3) kita memperhatikan reaksi kita.
2. Teori Cannon-Bard
Emosi yang dirasakan dan respon tubuh adalah kejadian yang
berdiri sendiri-sendiri. Di tahun I920-an, teori lain tentang hubungan antara
keadaan tubuh dan emosi yang dirasakan diajukan oleh Walter Cannon, berdasarkan
pendekatan pada riset emosi yang dilakukan oleh Philip Bard. Teori Cannon-Bard
menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan reaksi tubuh dalam emosi tidak
tergantung satu sarna lain, keduanya dicetuskan secara bergantian. Menurut
teori ini, kita pertama kali menerima emosi potensial yang dihasilkan dari
dunia luar; kemudian daerah otak yang lebih rendah, seperti hipothalamus
diaktifkan. Otak yang lebih rendah ini kemudian mengirim output dalam dua arah.
3. Teori Kognitif tentang Emosi
Teori ini memandang bahwa emosi merupakan
interpretasi kognitif dari rangsangan emosional (baik dari luar atau dalam
tubuh). Teori ini dikembangkan oleh Magda Arnold (1960), Albert Ellis (1962),
dan Stanley Schachter dan Jerome Singer (1962).